Selasa, 09 Desember 2008

Nasib Polisi 'Kemat Cs' Masih Menggantung

Jakarta,--Nasib para polisi penyidik di Polsek Bandarkedungmulyo yang tengah diproses Divisi Profesi Keamanan (Propam) Polda Jawa Timur terkait salah menjerat pelaku pembunuhan seorang pria di kebun tebu, Jombang masih menggantung. Propam Polda Jatim tengah mendalami masalah tersebut.



"Belum (selesai), sedang diproses," kata Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri usai mengikuti peringatan hari anti korupsi di Monumen Nasional, Jakarta, Selasa (9/12).

Menurut Kapolri, pemeriksaan Divisi Propam yang akan dilanjutkan dengan sidang profesi terhadap para polisi menjadi urusan Polda Jawa Timur.

"Itu nanti urusan kapolda," ujarnya.

Kasus salah tangkap di Jombang menyebabkan Maman Sugianto alias Sugik dan terpidana Imam Hambali alias Kemat, serta Devid Eko Prianto mesti menerima vonis hukuman penjara. Prianto dan Devid divonis hukuman penjara 17 tahun dan 12 tahun.

Kasus ini terungkap selepas pembunuh berantasi Very Idham Heryansyah alias Ryan membeberkan telah membunuh Asrori yang dituding polisi dibunuh di kebun tebu. Setelah mengidentifikasi ulang mayat di kebun tebu dengan memeriksa DNA mayat, barulah diketahui bila mayat bernama Fausin Suyanto. Fausin sendiri mempunyai tersangka Rudi Hartono alias Rangga.(Persda Network/ade)

Read More......

Wagub Sulut Freddy Sualang Diperiksa Kejati

-- Wakil Wali Kota Manado Abdi Buchari Juga Tersangka
MANADO, TRIBUN - Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Freddy Sualang, menjalani pemeriksaan selama lebih kurang tujuh jam terkait penyidikan kasus pelepasan aset Manado Beach Hotel (MBH). Pemeriksaan Sualang yang berstatus tersangka dilakukan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut), Selasa (9/12).


Selain Freddy yang juga Ketua DPD PDIP Sulut, Wakil Wali Kota Abdi Buchari menjalani pemeriksaan dalam kasus yang sama di ruang terpisah. Statusnya pun tersangka. Freddy Sualang lebih dulu diperiksa setelah dia tiba menumpang mobil Nissan X-Trail bernomor polisi DB 1359 AK sekitar pukul 08.00 WITA.

Didampingi para pengacaranya, dia langsung digiring ke ruang Wakil Kepala Kejati Abdul Taufieq SH di lantai dua. Tim yang mendampingi Freddy Sualang terdiri atas Angky Wongkar, Djeandry Kentjem, dan James Karinda dari tim advokasi DPD PDIP Sulut.

Selanjutnya sekitar pukul 09.00 WITA, Wakil Wali Kota Manado Abdi Buchari tiba di kantor Kejati Sulut. Pemeriksaan terhadap Abdi Buchari berlangsung di ruang Kepala Seksi Penyidikan Kejati Sulut dimulai pukul 11.15 WITA.

Proses pemeriksaan terhadap Freddy Sualang dan Abdi Buchari berakhir sekitar pukul 16.00 WITA. Penyidik belum menahan keduanya. Asisten Pidana Khusus Kejati Sulut Josef Nur Edi SH mengatakan tim penyidik masih akan mendiskusikan hasil pemeriksaan, sehingga diputuskan belum ada penahanan.

Kasus ini telah memidanakan Jopie Saruan, mantan Asisten II Sekda Provinsi Sulut. Pengadilan Negeri Manado telah menghukum empat tahun penjara.

Sebelum kembali menjadi milik Pemerintah Provinsi Sulut, Hotel MBH menunggak utang kepada sebuah bank pemerintah yang berada dalam penguasaan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Jumlah utang ditambah bunga selama 10 tahun lebih telah mencapai Rp 100 miliar lebih.

Dalam proses pembayaran utang yang dilakukan melalui sebuah perusahaan sekuritas di Jakarta itulah kemudian terjadi korupsi senilai Rp 11 miliar. Diduga dana itu jadi bancakan para pejabat terkait yang berperan dalam penguasaan kembali aset daerah itu.(nuraini/christian)

Read More......

Minggu, 07 Desember 2008

Tiga Bos Antaboga Sekuritas Tersangka

JAKARTA--Mabes Polri bertindak cepat. Saat Badan Pengawas Pasar Modal dan Lemba Keuangan (Bapepam- LK) tengah penyelidiki pelanggaran yang dilakukan PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia yang menyebabkan kecemasan dan ketidak jelasan investasi ratusan miliar nasabah di reksadana Antaboga, Mabes Polri sudah menetapkan tiga bosnya sebagai tersangka.


Mereka ditetapkan sebagai tersangka penipuan dan penggelapan ratusan dana milik nasabah resadana Antaboga yang dialihkan dari Tabungan Bank Century. Mabes Polri juga memburu keberadaan mereka, yang kabarnya sebagian sudah melarikan diri ke luar negeri.

"Kita masih mengejarnya. Saat mau kita tangkap, mereka sudah tidak di tempatnya. Kabarnya sudah ada yang melarikan diri ke luar negeri," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Abubakar Nataprawira, Minggu (7/12).

Tiga bos PT Antaboga Delta Sekuritas yang telah ditetapkan sebagai tersangka bernisial HW (Direktur Utama), HA (Komisaris), dan AT ( Direktur). Abubakar tidak menjelaskan lebih lanjut, dari tiga bos Antaboga tersebut, mana yang diduga telah melarikan diri ke luar negeri.

Menurut keterangan Abubakar, beberapa nasabah yang telah melaporkan ke Mabes Polri diantaranya dua nasabah dari Bali dengan kerugian sebesar Rp 23 miliar, tiga nasabah dari Medan dengan kerugian Rp 60 miliar, dan 60 nasabah di Kelapa Gading, Jakarta Utara, dengan kerugian Rp 164 miliar.

"Para tersangka menggelapkan dana dari nasabah. Pada awalnya mereka berjanji kepada para nasabah untuk mengalihkan tabungan dari Bank Century ke investasi resadana yang dikelola oleh Anboga. Tapi ternyata dana yang ratusan milyar itu tidak masuk ke investasi reksadana. Tapi digelapkan," jelas. Abubakar.

Kecemasan nasabah reksadana Antaboga mulai sejak 10 November lalu. Nasabah yang jatuh tempo tidak bisa langsung mencairkan dananya. Pencairan tahap pertama hanya bisa 10 persen. Tiga bulan berikutnya baru bisa 30 persen, dan sisanya yang 60 persen baru bisa cair empat bulan kemudia.

Ketentuan yang pahit bagi nasabah itupun ternyata tidak terealisasi. Sejak 19 November nasabah yang jatuh tempo tidak dapat mencairkan dananya lagi, sekalipun hanya untuk 10 persen dari nilai investasi yang di tanamkannya. Mereka semakin cemas setelah Bank Century, tempat mereka menaruh tabungan sebelum dialihkan ke resadana Bank Century, diambil alih pemerintah lewat Lembaga Penjamin Simpanan(PersdaNetwork/sugiyarto)


Read More......

Polres Sumba Timur Gagalkan Pemberangkatan 40 Calon TKW

WAINGAPU, PK -- Tim Buser Polres Sumba Timur, Jumat (5/12/2008) malam, menggagalkan pemberangkatan 40 calon tenaga kerja wanita (TKW) asal Sumba Barat ke Kupang. Alasan penahanan 40 TKW tersebut diniali tidak beralasan karena para calon TKW memliki dokumen lengkap.


Petugas pengantar calon TKW dari PT Bina Karya Welastri, Peter Ama, yang ditemui Pos Kupang di Mapolres Sumba Timur, Sabtu (6/12/2008) pagi, mengatakan, penangkapan terhadap para calon TKW ini terkesan dipaksakan karena mereka mempunyai dokumen lengkap.

"Para Calon TKW yang kita rekrut dan akan kita berangkatkan ke Kupang ini memiliki dokumen lengkap sebagaimana yang berlaku selama ini. Kita heran mengapa baru kali ini kita ditahan," kata Peter.

Ia mengatakan, para TKW yang akan diberangkatkan ke Kupang itu dari segi umur memenuhi syarat, memiliki izin dari orang tua atau suami, dilengkapi dengan surat keterangan dari kepala desa masing-masing, kartu keluarga, kartu sidik jari dari Polres Sumba Barat, dan KTP.

"Saat kita ditangkap tim Buser, kita tanya apa alasannya. Angota tim buser yang tangkap kami bilang tidak perlu kami tahu apa alasannya. Kami kemudian dibawa ke Polres. Di sini kami tunjukkan dokumen lengkap. Kami tetap diperiksa. Setelah itu, mereka beralasan dua calon TKW diduga tidak tamat SD dan SMP karena setelah ditest baca tulis, tidak bisa," katanya.
Ia menilai alasan itu sengaja dicari-cari karena para calon TKW itu benar-benar memiliki ijazah. "Anak-anak ini kan dari kampung. Belum pernah berhadapan dengan polisi. Ketika berhadapan dengan polisi, mereka gugup. Dalam kondisi seperti itu, disuruh baca atau tulis saja tidak bisa," tambah Peter.

Hal senada juga dikatakan Icha Rambu dari PT Indo Karsa. Ia mengatakan, jika yang bermasalah memang cuma dua orang, mengapa mereka yang lain ikut ditahan. "Yang bermasalah itu calon TKW dari PJTKI yang lain. Tetapi, kita ikut ditahan. Selain itu, saya kira alasan polisi tahan kita hanya karena dugaan ada calon TKW yang tidak tamat SD/ SMP, itu alasan yang dicari-cari. Penahanan selama satu malam di Polres itu sangat merugikan kami dan para calon TKW. Kami harus mengeluarkan uang untuk biaya makan minum anak-anak. Kita juga rugi karena sudah mengeluarkan uang untuk beli tiket, tetapi tidak jadi berangkat. Belum lagi secara psikologis anak-anak ini malu karena seperti dipertontonkan di Polres dan harus semalam tidur di lantai," tambah Icha.

Empat puluh calon TKW yang ditangkap Polres Sumba Timur Jumat malam direkrut oleh enam PJTKI yang kantor cabangnya berkedudukan di Kupang. Enam PJTKI tersebut, yakni PT Bina Karya Welastri (dua orang), PT Magrati (empat orang), PT Indo Karsa (dua orang), PT Mitra Makmur Jaya Abadi 16 orang.
Kabag Operasi Polres Sumba Timur, AKP M Fadris ketika dikonfirmasi Pos Kupang tentang kasus tersebut mengatakan, tim Buser Polres Sumba Timur menggagalkan keberangkatan para calon TKW ke Kupang karena dicurigai di bawah umur dan juga tidak bisa membaca dan menulis.

"Ada dua orang yang setelah kita periksa tidak bisa membaca dan menulis. Satu orang tidak memiliki dokumen. Jadi sementara ini ada pelanggaran administrasi. Kalau pidana masih kita lihat lagi hasil pemeriksaan. Kalau ada tindak pidana, kita akan limpahkan ke Polres Sumba Barat karena TKP-nya di sana," kata Fadris.

Dimintai Rp 500 ribu per PJTKI
Para calon TKW yang ditahan Polres Sumba Timur, Jumat malam, akhirnya dilepas Sabtu sore. Polisi melepas para calon TKW ini setelah para koordinator PJTKI yang merekrut mereka menyerahkan uang masing-masing Rp 500.000.

Perihal pemberian uang kepada polisi ini disampaikan oleh seorang koordinator PJTKI kepada Pos Kupang, Sabtu malam. Koordinator yang minta namanya tidak dikorankan tersebut mengatakan, pada Sabtu sore seorang anggota polisi berinisial F menyampaikan kepada mereka bahwa ada permintaan dari atasanya jika ingin kasus tersebut selesai, para koordinator PJTKI diminta menyerahkan uang masing-masing Rp 500.000.

"Anggota tersebut mengaku hanya menjalankan tugas. Daripada repot berurusan dengan polisi dan anak-anak terkatung-katung, kami akhirnya menyerahkan uang kepada Pak F tersebut. Uang yang kita serahkan minimal Rp 500.000/ PJTKI. Tetapi ada juga koordinator yang serahkan Rp 1.500.0000. Awalnya koordinator tersebut hanya serahkan Rp 1.000.000. Namun anggota tersebut mengatakan kurang, dengan alasan PJTKI yang bersangkutan membawa calon TKW lebih banyak dari yang lain. Padahal yan bersangkutan memiliki dokumen lengkap," ungkapnya. Setelah penyerahan uang tersebut, katanya, mereka akhirnya dipulangkan.

Kabag Operasi, AKP M Fadris yang dikonfirmasi tentang hal tersebut membantah kalau polisi meminta uang kepada para koordinator dari PJTKI yang membawa para calon TKW. "Nggak ada uang. Kita nggak terima uang dari mereka," kata Fadris.

Ketika ditanya apakah ada perintah kepada salah satu anggota di Reskrim untuk memungut uang dari para koordinator calon TKW tersebut, Fadris kembali membantah. Fadris mengatakan, para TKW itu dikembalikan ke Waikabubak karena memiliki dokumen lengkap. Sedangkan untuk dua orang yang ditengarai tidak tamat SD/ SMP dengan mengacu pada ketidakmampuan kedua calon TKW membaca dan menulis, disepakati untuk dikembalikan kepada orangtuanya. (dea)

Read More......